Viral Pernikahan Anak di Lombok Tengah, Kepala Dusun Minta Maaf: Tradisi Lama yang Masih Sulit Ditinggalkan

Rara Putri

Suararakyatnusantara.com, Lombok – Viral video pernikahan anak di bawah umur di Lombok Tengah menuai polemik luas di masyarakat. Fenomena ini kembali mengangkat sorotan publik terhadap praktik tradisi kawin lari atau merariq yang masih dijalankan di sejumlah wilayah pedesaan di Nusa Tenggara Barat (NTB), khususnya di kalangan suku Sasak.

Kepala Dusun Petak Daye I, Desa Beraim, Kecamatan Praya Tengah, Lombok Tengah, Syarifudin, menyampaikan permintaan maaf kepada publik atas kegaduhan yang muncul akibat peristiwa tersebut. Ia mengaku telah berusaha mencegah pernikahan itu, namun terbentur pada tekanan tradisi dan sikap keluarga yang sulit dikendalikan. Pernikahan itu melibatkan seorang anak perempuan berusia 15 tahun yang masih duduk di bangku SMP dan laki-laki berusia 17 tahun yang telah putus sekolah.

Fenomena pernikahan dini ini tidak hanya menjadi sorotan lokal, tetapi juga mengundang perhatian lembaga perlindungan anak hingga aparat penegak hukum. Kasus ini bahkan telah dilaporkan ke Polres Lombok Tengah oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, lantaran dinilai melanggar undang-undang yang berlaku.

Upaya Pemisahan Gagal, Tradisi Kuat Jadi Kendala

Menurut penjelasan Syarifudin, tiga minggu sebelum video pernikahan itu viral, pihaknya bersama Kepala Desa telah mencoba memisahkan pasangan muda tersebut. Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil. Setelah dipisahkan, pengantin pria kembali melarikan mempelai perempuan dan membawa kabur ke Pulau Sumbawa selama dua hari dua malam.

“Kita sudah berupaya semaksimal mungkin untuk memisahkan, tapi keluarga perempuan tidak menerima karena sudah dibawa ke Sumbawa dua hari dua malam,” ungkapnya saat ditemui di kediamannya pada Sabtu (24/5/2025).

Kepulangan mereka ke Lombok diikuti keputusan keluarga pihak perempuan yang memilih tidak memisahkan mereka lagi. Hal ini didasarkan pada keyakinan budaya lokal bahwa anak perempuan yang sudah ‘dipaling’—dibawa kabur oleh laki-laki—maka harus dinikahkan untuk menjaga kehormatan keluarga.

Tradisi Memaling Masih Kuat di Suku Sasak

Syarifudin menjelaskan, masyarakat Sasak, terutama yang tinggal di wilayah pedesaan, masih memegang erat tradisi kawin culik atau memaling. Dalam adat tersebut, seorang perempuan yang telah dibawa keluar rumah oleh laki-laki akan dikenai “sanksi sosial” berupa kewajiban untuk menikah, tanpa memperhatikan usia atau kesiapan psikologis anak.

“Kita di suku Sasak, lebih-lebih di bagian pedesaan, untuk perempuan yang dibawa ke luar, sanksinya memang harus nikah karena ada tradisi memaling atau kawin culik,” ujarnya.

Meski aparat desa telah memberikan imbauan sebelumnya untuk tidak menggelar acara kesenian dalam prosesi adat nyongkolan (arak-arakan pengantin), anjuran tersebut tidak dipatuhi oleh pihak keluarga dan masyarakat sekitar.

LPA: Pernikahan Anak Bisa Dipidana 9 Tahun

Video yang menunjukkan tingkah laku kekanak-kanakan pengantin perempuan menjadi bahan perbincangan di media sosial dan menimbulkan keprihatinan publik. Menyikapi kasus ini, Kepala LPA Kota Mataram, Joko Jumadi, menyatakan bahwa pihaknya telah melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian dan meminta agar semua pihak yang terlibat dalam proses pernikahan itu diperiksa secara hukum.

Joko juga mengingatkan bahwa pernikahan anak di bawah umur merupakan pelanggaran serius. Hal ini diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), di mana pelaku dapat diancam hukuman hingga sembilan tahun penjara.

Kasus ini menunjukkan bagaimana benturan antara budaya lokal dan hukum nasional masih menjadi tantangan besar, khususnya di daerah dengan kentalnya adat istiadat. Sementara pihak pemerintah dan aparat hukum terus mengkampanyekan perlindungan anak dan pencegahan pernikahan dini, edukasi kepada masyarakat masih menjadi kunci utama dalam mencegah kasus serupa terulang.(*)

Bagikan artikel ini
Tinggalkan komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version