Suararakyatnusantara.com, Jakarta – Pasar saham Amerika Serikat (Wall Street) menutup perdagangan Kamis, 22 Mei 2025, dengan pergerakan yang bervariasi. Indeks S&P 500 dan Dow Jones Industrial Average mengalami penurunan tipis, sementara Nasdaq Composite mencatat kenaikan moderat. Pergerakan ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap potensi kenaikan suku bunga dan meningkatnya defisit anggaran AS, menyusul disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS.
Indeks S&P 500 turun 2,60 poin atau 0,04 persen menjadi 5.842,01. Dow Jones Industrial Average melemah 1,35 poin ke posisi 41.859,09. Sebaliknya, Nasdaq Composite naik 53,09 poin atau 0,28 persen ke level 18.925,74.
RUU pajak yang disahkan dengan margin tipis oleh DPR AS diperkirakan akan menambah utang nasional sebesar US$ 3,8 triliun dalam sepuluh tahun ke depan, menurut Kantor Anggaran Kongres (CBO). Total utang nasional saat ini telah mencapai US$ 36,2 triliun.
Kekhawatiran terhadap defisit anggaran mendorong kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS. Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun sempat menyentuh level tertinggi sejak Februari, sebelum akhirnya turun 5,4 basis poin menjadi 4,543 persen.
Sebagian besar sektor dalam indeks S&P 500 ditutup melemah, terutama sektor utilitas, perawatan kesehatan, energi, dan barang konsumsi primer. Namun, sektor teknologi dan komunikasi menunjukkan penguatan. Saham-saham megacap seperti Alphabet naik 1,3 persen, sementara saham Snowflake melonjak lebih dari 13 persen setelah perusahaan tersebut menaikkan proyeksi pendapatan produknya untuk tahun fiskal 2026.
Volume perdagangan saham di bursa AS tercatat sebesar 16,09 miliar saham, sedikit di bawah rata-rata harian selama 20 hari terakhir yang berada di angka 17,56 miliar saham.
Investor juga mencermati potensi dampak tarif baru terhadap barang-barang impor yang dapat mendorong kenaikan harga konsumen. George Young, mitra dan manajer portofolio di Villere & Co, menyatakan bahwa perhatian investor tertuju pada dua isu besar lainnya, yaitu tarif dan suku bunga. Young menilai pasar tidak menyukai ketidakpastian, sementara kebijakan tarif dan pergerakan pasar obligasi masih sangat dipengaruhi oleh faktor politik dan dinamika global.
Di tengah kondisi pasar yang fluktuatif ini, para investor disarankan untuk tetap waspada dan mencermati perkembangan kebijakan fiskal serta indikator ekonomi lainnya yang dapat mempengaruhi pergerakan pasar saham.(*)