Suararakyatnusantara.com, Jakarta – Kinerja keuangan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) menunjukkan penurunan signifikan pada awal tahun 2025, yang berdampak langsung pada nilai kekayaan pemiliknya, Susilo Wonowidjojo. Dalam tujuh tahun terakhir, nilai kekayaan pengusaha rokok tersebut tercatat mengalami penyusutan hingga ratusan triliun rupiah.
Kekayaan Susilo Wonowidjojo Terkikis
Berdasarkan data yang dirilis oleh Forbes, total kekayaan Susilo Wonowidjojo saat ini tercatat sebesar 2,9 miliar dolar AS, atau sekitar Rp 47,03 triliun dengan asumsi kurs Rp 16.218 per dolar AS. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pada tahun 2018, ketika kekayaannya mencapai 9,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 149,17 triliun.
Jika dihitung secara kumulatif, nilai kekayaan Wonowidjojo telah berkurang sebesar Rp 102,15 triliun dalam rentang waktu tujuh tahun terakhir. Penurunan ini tak lepas dari lesunya performa Gudang Garam di tengah persaingan industri tembakau yang semakin ketat dan tantangan regulasi yang makin kompleks.
Laba Gudang Garam Menyusut Tajam di Awal 2025
Merujuk pada laporan keuangan interim yang dipublikasikan di laman Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Gudang Garam mencatat laba bersih sebesar Rp 104,43 miliar pada kuartal I tahun 2025. Angka ini mengalami penurunan tajam sebesar 82,46 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencapai Rp 595,57 miliar.
Penyusutan laba tersebut mencerminkan tekanan berat yang dihadapi industri rokok domestik, terutama akibat beban cukai yang meningkat, perubahan pola konsumsi masyarakat, serta persaingan dari produk alternatif seperti rokok elektronik.
Dampak Langsung Terhadap Nilai Kekayaan Pemilik
Sebagai pemegang kendali utama perusahaan, kinerja buruk Gudang Garam langsung berimbas pada kekayaan pribadi Susilo Wonowidjojo. Tren penurunan ini sekaligus memperlihatkan eratnya keterkaitan antara kekuatan bisnis keluarga dan nilai kekayaan bersih individu pemiliknya.
Fenomena ini juga mencerminkan dinamika sektor tembakau di Indonesia, yang dalam beberapa tahun terakhir dihadapkan pada tekanan kebijakan fiskal dan kampanye kesehatan publik yang semakin masif.(*)