Pulau Panjang Sumbawa Dijual Online, Kementerian ATR/BPN Tegaskan Belum Terdaftar sebagai Hak Milik

Arazone

Suararakyatnusantara.com, Jakarta – Pulau Panjang yang terletak di wilayah Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi sorotan setelah muncul dalam situs penjualan pulau internasional sebagai “pulau pribadi”. Namun, berdasarkan data resmi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), pulau tersebut hingga kini belum tercatat sebagai tanah dengan hak kepemilikan terdaftar.

Penelusuran melalui laman resmi Kementerian ATR/BPN, peta bumi.atrbpn.go.id, menunjukkan bahwa Pulau Panjang masuk dalam kawasan hutan lindung dengan kode fungsi 100210 dan ditetapkan sebagai cagar alam. Tidak terdapat informasi mengenai hak atas tanah maupun pihak yang secara legal memiliki atau menguasai wilayah tersebut.

Temuan ini menimbulkan tanda tanya besar, terlebih karena Pulau Panjang ditampilkan di situs Private Islands Online sebagai pulau privat yang dapat dimiliki, meskipun tanpa mencantumkan harga jual secara terbuka.

Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, menjelaskan bahwa lembaganya bertugas memberikan hak dan mendaftarkan tanah secara resmi. Jika suatu wilayah belum terdaftar dalam sistem, maka dapat dipastikan belum ada proses pemberian hak atau pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap wilayah tersebut.

“Kalau ada individu atau entitas yang mengklaim menguasai wilayah tersebut, terlebih sampai memasang iklan penjualan, maka perlu ditelusuri siapa pihak tersebut dan apakah yang bersangkutan memiliki legalitas yang sah,” kata Harison saat dihubungi, Jumat (20/6/2025).

Lebih lanjut, Harison menegaskan bahwa berdasarkan regulasi yang berlaku, tidak diperkenankan bagi individu atau entitas untuk menguasai seluruh pulau kecil secara pribadi. Pembatasan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Dalam aturan tersebut, dijelaskan bahwa penguasaan paling luas hanya diperbolehkan sebesar 70 persen dari total luas pulau kecil. Sementara minimal 30 persen dari wilayah tersebut harus tetap berada dalam penguasaan negara dan dialokasikan untuk kepentingan umum, termasuk ruang terbuka hijau dan kawasan lindung.

Ketentuan serupa juga tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 10 Tahun 2024 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya. Dalam beleid ini ditegaskan kembali batasan pemanfaatan wilayah pulau kecil oleh pelaku usaha dan perlunya mempertahankan bagian tertentu untuk fungsi ekologis dan kepentingan masyarakat luas.

Dengan tidak adanya status kepemilikan resmi dan masuknya Pulau Panjang dalam kawasan cagar alam, wacana penjualan pulau tersebut secara daring jelas menimbulkan pertanyaan hukum dan harus menjadi perhatian otoritas terkait.

Sementara itu, belum ada pernyataan resmi dari pihak yang mengiklankan pulau tersebut di situs internasional tersebut, termasuk soal legalitas atau dasar klaim kepemilikannya.(*)

Bagikan artikel ini
Tinggalkan komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version