Suararakyatnusantara.com, Jakarta – Beberapa hari terakhir, jagat WhatsApp di Indonesia dihebohkan dengan beredarnya pesan berantai yang menyebutkan adanya modus peretasan baru. Dalam pesan tersebut, pengguna diimbau untuk tidak menekan tombol “Gabung” dalam fitur voice chat grup, karena diklaim bisa digunakan peretas untuk mengakses rekening bank atau menjebak korban dalam praktik penipuan. Namun, benarkah demikian?
Klaim Viral: Jangan Tekan “Gabung” di Voice Chat
Pesan yang tersebar luas itu berisi narasi peringatan agar pengguna tidak sembarangan mengikuti ajakan bergabung dalam voice chat grup WhatsApp. Disebutkan bahwa fitur tersebut bisa menjadi celah bagi pelaku kejahatan digital untuk menguras rekening korban, bahkan menjerat dalam modus pinjaman uang yang mengatasnamakan teman atau anggota grup lain.
Salah satu bagian isi pesan tersebut menyatakan:
“Kalau ada muncul chat audio ngajak Gabung, walaupun dari nomor hp yg ada di grup kita… Jangan diklik. Ternyata itu hacker… Bisa menguras rekening dan modus pinjam uang…”
Pesan ini pun semakin menimbulkan kekhawatiran setelah ada versi lain yang mengklaim bahwa korban akan otomatis masuk ke grup tak dikenal yang tidak bisa ditinggalkan, hingga ponsel terkena serangan peretasan permanen.
Klarifikasi Pakar: Tidak Ada Kaitannya dengan Pembobolan Rekening
Menanggapi isu tersebut, Alfons Tanujaya, pakar keamanan siber dari Vaksincom, membantah keras klaim dalam pesan tersebut. Menurutnya, informasi itu tidak berdasar dan tergolong hoaks yang menyesatkan masyarakat.
“Voice chat adalah fitur resmi dari WhatsApp dan tidak memiliki keterkaitan langsung dengan akses ke rekening bank atau potensi peretasan sistem,” jelas Alfons saat dihubungi wartawan detikINET.
Ia menambahkan, fitur ini hanya muncul di grup WhatsApp yang memiliki lebih dari 32 anggota. Dalam kondisi tersebut, tombol “Gabung” akan tersedia sebagai akses ke ruang obrolan suara bersama, bukan sebagai pintu masuk bagi peretas.
“Teknisnya, tidak ada jalan bagi hacker membobol rekening hanya dengan seseorang menekan tombol ‘Gabung’ di voice chat. Itu murni fungsi komunikasi grup,” tegasnya.
Risiko Sesungguhnya: Social Engineering
Meski voice chat bukan ancaman, Alfons mengingatkan bahwa masyarakat tetap harus waspada terhadap kejahatan siber lain yang lebih nyata, yakni social engineering atau rekayasa sosial.
Modus ini biasanya dilakukan dengan menyamar sebagai pihak resmi, seperti teman, instansi pemerintah, hingga aparat hukum. Tujuannya adalah menggiring korban untuk memberikan data pribadi atau mengklik tautan berbahaya yang bisa mencuri informasi penting, termasuk akses ke aplikasi perbankan.
Beberapa contoh modus yang disebut Alfons antara lain:
Pelaku mengaku sebagai petugas pajak dan mengirim tautan dengan dalih tagihan fiktif.
Mengatasnamakan kepolisian untuk menakut-nakuti dan meminta korban mengikuti instruksi.
Mengaku dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) lalu meminta korban membayar administrasi palsu untuk pembaruan data.
Semua cara ini bertujuan agar korban secara tidak sadar menginstal aplikasi berbahaya atau memberikan akses ke informasi sensitif.
Tanda-Tanda Ponsel Terkena Peretasan
Alfons juga menjelaskan bahwa jika sebuah perangkat benar-benar sudah diretas, biasanya gejalanya tidak langsung terlihat. Pengguna mungkin hanya merasakan kinerja ponsel yang melambat, konsumsi baterai yang cepat, atau aktivitas mencurigakan yang sulit dikenali secara langsung.
“Justru kalau kena hack, sering kali tidak ada tanda mencolok. Karena itu, masyarakat diminta lebih bijak dalam membedakan mana fitur asli, mana rekayasa,” ujarnya.
Pesan berantai yang mengklaim bahwa fitur voice chat WhatsApp bisa menjadi jalan bagi hacker untuk membobol rekening bank adalah informasi yang keliru. Pakar menyebut bahwa voice chat merupakan fitur resmi yang aman digunakan, asalkan pengguna tetap waspada terhadap praktik penipuan yang berbasis manipulasi psikologis.
Masyarakat diimbau untuk tidak mudah percaya pada pesan yang tersebar luas tanpa sumber terpercaya, dan lebih penting lagi, jangan membagikan informasi pribadi kepada pihak yang tidak dikenal.(*)