Suararakyatnusantara.com, Jakarta – Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) melalui Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) menangkap Zarof Ricar (ZR), mantan pejabat tinggi Mahkamah Agung (MA), di Bali pada Kamis, 24 Oktober 2024, pukul 22.00 WITA.
Penangkapan ini terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa permufakatan jahat suap dan gratifikasi dalam penanganan perkara kasasi terdakwa Gregorius Ronald Tannur, anak mantan anggota DPR Fraksi PKB, Edward Tannur, yang terlibat kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti.
Zarof Ricar, yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) MA hingga pensiun pada Februari 2022, ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor: TAP-58/F.2/Fd.2/10/2024.
Bersama pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat (LR), yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka, Zarof diduga melakukan permufakatan jahat untuk memengaruhi putusan kasasi agar Ronald Tannur tetap divonis bebas. Lisa Rahmat disebut menjanjikan dana Rp5 miliar untuk tiga hakim agung yang menangani perkara tersebut, dengan Zarof menerima fee Rp1 miliar atas perannya sebagai perantara.
Penggeledahan di rumah Zarof di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, dan kamar Hotel Le Meridien, Bali, tempat ia menginap, mengungkap barang bukti mencengangkan. Penyidik menyita uang tunai dalam berbagai mata uang asing, termasuk 74.494.427 dolar Singapura, 1.897.362 dolar AS, 71.200 euro, 483.320 dolar Hong Kong, dan Rp5.725.075.000, dengan total nilai mencapai Rp920.912.303.714 (sekitar Rp920 miliar) jika dikonversi ke rupiah. Selain itu, ditemukan 51 kilogram emas batangan senilai sekitar Rp75 miliar, tiga lembar sertifikat berlian, dan tiga lembar kwitansi toko emas mulia.
Direktur Penyidikan JAM PIDSUS, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Jumat, 25 Oktober 2024, menyatakan bahwa barang bukti tersebut diduga merupakan hasil gratifikasi dari pengurusan berbagai perkara di MA selama periode 2012-2022, saat Zarof masih aktif menjabat.
“Berdasarkan keterangan tersangka, uang dan emas ini dikumpulkan dari pengurusan perkara selama ia menjabat,” ujar Qohar. Ia menegaskan bahwa penyidikan akan terus mendalami asal-usul aset tersebut dengan melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri potensi keterlibatan keluarga Zarof dalam menyembunyikan aset.
Kasus ini merupakan pengembangan dari penangkapan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya—Erintuah Damanik (ED), Mangapul (M), dan Heru Hanindyo (HH)—serta Lisa Rahmat pada 23 Oktober 2024, yang diduga menerima suap untuk memvonis bebas Ronald Tannur di tingkat PN Surabaya pada Juli 2024. Namun, putusan bebas tersebut dibatalkan di tingkat kasasi oleh MA, dan Ronald Tannur divonis 5 tahun penjara. Total uang tunai yang disita dari empat tersangka sebelumnya mencapai Rp20,38 miliar.
Zarof Ricar kini ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari, terhitung sejak 24 Oktober 2024. Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 15 jo. Pasal 18 serta Pasal 12B jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sementara itu, Lisa Rahmat, yang telah ditahan sejak 23 Oktober 2024, tidak ditahan kembali karena status penahanannya masih berlaku dari kasus suap hakim PN Surabaya.
Penyidikan kasus ini terus berlanjut untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk hakim agung yang disebut dalam catatan transaksi. Kejagung menegaskan komitmennya untuk menegakkan hukum secara transparan dan adil, dengan harapan kasus ini menjadi pintu masuk untuk membersihkan praktik korupsi di lingkungan MA. Publik diminta terus mendukung upaya pemberantasan korupsi demi terciptanya sistem hukum yang bersih dan berkeadilan.(*)