Suararakyatnusantara.com,Teheran – Serangan udara Amerika Serikat (AS) terhadap fasilitas nuklir Iran pada Minggu (22/6/2025) memicu kecaman keras dari berbagai negara, termasuk di Amerika Latin, serta organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Aksi militer ini, yang dilakukan bersama Israel, dianggap memperburuk ketegangan di Timur Tengah dan mengancam perdamaian global. PBB mendesak de-eskalasi segera, sementara negara-negara seperti Kuba dan Chili mengecam pelanggaran hukum internasional.
Eskalasi Konflik Iran-Israel
Serangan AS, yang menargetkan tiga fasilitas nuklir Iran termasuk situs pengayaan uranium Fordow, terjadi di tengah konflik sengit antara Israel dan Iran yang telah berlangsung lebih dari seminggu. Menurut laporan Reuters (22/6/2025), Israel melancarkan operasi “Rising Lion” pada 12 Juni 2025 untuk menghancurkan program nuklir Iran, memicu serangan balasan Iran dengan rudal balistik ke kota-kota Israel seperti Tel Aviv dan Beersheba.
Presiden AS Donald Trump menyebut serangan tersebut “sukses besar” untuk menghancurkan kapabilitas nuklir Iran, namun Teheran mengecamnya sebagai “pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional.” Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi memperingatkan bahwa serangan ini akan membawa “konsekuensi abadi” dan Iran “menganggarkan semua opsi” untuk membalas.
PBB: Diplomasi Jalan Keluar
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan keprihatinan mendalam atas eskalasi ini. “Konflik Iran-Israel dapat memicu kebakaran yang tak terkendali,” ujar Guterres dalam sidang darurat Dewan Keamanan PBB, Minggu (22/6/2025). Ia menegaskan bahwa serangan terhadap fasilitas nuklir melanggar hukum internasional dan mendesak semua pihak kembali ke meja diplomasi. “Tidak ada solusi militer, hanya dialog yang dapat menyelamatkan perdamaian,” tambahnya.
Pernyataan Guterres didukung oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA), yang menegaskan bahwa fasilitas nuklir tidak boleh menjadi target militer karena risiko keamanan dan keselamatan global.
Kecaman dari Amerika Latin dan Hamas
Negara-negara Amerika Latin bereaksi keras terhadap serangan ini. Presiden Chili Gabriel Boric, melalui akun X-nya, mengecam pemboman fasilitas nuklir Iran sebagai pelanggaran hukum internasional. “Kami menyerukan perdamaian segera untuk menghentikan eskalasi yang membahayakan umat manusia,” tulis Boric.
Presiden Kuba Miguel Díaz-Canel menyebut serangan itu “agresi berbahaya” yang dapat menjerumuskan dunia ke dalam krisis. Venezuela dan Hamas, yang memiliki hubungan dekat dengan Iran, juga mengutuk AS dan Israel. Hamas menyebut serangan ini sebagai “kepatuhan buta terhadap agenda Israel” dan berjanji menuntut pertanggungjawaban. Sementara itu, Kolombia dan Meksiko memilih menyerukan dialog sebagai solusi damai.
Dampak dan Respons Global
Konflik ini telah menewaskan lebih dari 430 orang di Iran dan 24 orang di Israel, dengan ribuan lainnya terluka. Demonstrasi besar-besaran meletus di Teheran, Irak, dan Lebanon untuk memprotes serangan Israel dan AS.
Tren terkini di platform X menunjukkan sentimen global yang memanas, dengan tagar seperti #IranIsraelWar trending di banyak negara. Sejumlah pengguna X di Indonesia juga menyuarakan keprihatinan atas dampak konflik ini terhadap harga minyak dunia, yang dilaporkan melonjak akibat serangan terhadap infrastruktur energi Iran.
Sementara itu, negara-negara seperti Qatar, Arab Saudi, dan Turki menyatakan kekhawatiran atas eskalasi ini dan menyerukan restraint. Perdana Menteri India Narendra Modi juga mengadakan pembicaraan dengan Presiden Iran Masoud Pezeshkian untuk mendorong de-eskalasi.
Konflik Iran-Israel, yang kini melibatkan AS, berpotensi memicu perang regional yang lebih luas. Serangan terhadap fasilitas nuklir Iran memunculkan kekhawatiran tentang keamanan nuklir global, sementara ancaman penutupan Selat Hormuz oleh Iran dapat mengganggu pasokan minyak dunia.
Bagi Indonesia, eskalasi ini dapat berdampak pada kenaikan harga bahan bakar dan inflasi. Pemerintah Indonesia belum merilis pernyataan resmi, namun Kementerian Luar Negeri diharapkan segera menyampaikan sikap terkait situasi ini.
Langkah ke Depan
Para pengamat menilai diplomasi menjadi satu-satunya cara untuk meredakan ketegangan. “Eropa harus memainkan peran lebih besar dalam mediasi, mengingat posisi AS yang kini terlibat langsung,” kata Dr. Ahmad Fauzi, pakar hubungan internasional dari Universitas Indonesia, kepada media ini, Minggu (22/6/2025).
Sementara itu, dunia menanti langkah Iran dalam menanggapi serangan ini. Dengan situasi yang semakin genting, tekanan global untuk dialog damai terus meningkat demi mencegah krisis kemanusiaan yang lebih besar. (*)