Dua dekade terakhir, drama Korea atau K-drama telah menjadi fenomena budaya yang sulit diabaikan di Indonesia. Dari serial romansa seperti Crash Landing on You hingga thriller seperti Squid Game, K-drama telah memikat jutaan penonton Tanah Air, terutama kalangan muda. Popularitas ini tidak hanya mengubah pola konsumsi hiburan, tetapi juga memengaruhi gaya hidup, tren mode, hingga persepsi budaya masyarakat Indonesia. Namun, di balik pesonanya, pengaruh K-drama juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana budaya asing ini berdampak pada identitas lokal dan dinamika sosial.
Salah satu daya tarik utama K-drama adalah kemampuannya menyajikan cerita yang emosional, visual yang apik, dan nilai produksi yang tinggi. Platform streaming seperti Netflix dan Viu telah mempermudah akses masyarakat Indonesia terhadap serial-serial ini, dengan jumlah pelanggan di Indonesia mencapai lebih dari 15 juta pada 2024, menurut laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).
K-drama tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga inspirasi. Banyak anak muda meniru gaya berpakaian, tata rias, hingga pola bahasa yang terlihat dalam serial seperti Itaewon Class atau Vincenzo. Fenomena ini juga memengaruhi industri kuliner, dengan restoran Korea dan makanan seperti kimchi atau tteokbokki kini menjamur di berbagai kota.
Pengaruh K-drama juga terlihat dalam ranah ekonomi dan pariwisata. Gelombang Hallyu telah mendorong pertumbuhan bisnis yang terkait dengan budaya Korea, mulai dari kosmetik hingga kursus bahasa Korea. “K-drama telah menjadi katalis bagi peningkatan minat terhadap budaya Korea secara keseluruhan,” kata Dr. Rina Susanti, pengamat budaya pop dari Universitas Indonesia, dalam sebuah wawancara.
Selain itu, banyak penggemar K-drama yang terinspirasi untuk mengunjungi Korea Selatan, meningkatkan jumlah wisatawan Indonesia ke negara tersebut, yang mencapai lebih dari 300.000 kunjungan pada 2023 berdasarkan data Korea Tourism Organization.
Namun, popularitas K-drama tidak lepas dari sejumlah tantangan. Salah satu kekhawatiran adalah risiko glorifikasi budaya asing yang dapat menggerus identitas lokal. Banyak anak muda lebih mengenal budaya Korea melalui K-drama daripada tradisi lokal seperti tari tradisional atau cerita rakyat Indonesia. Hal ini memicu diskusi tentang apakah K-drama secara tidak langsung melemahkan apresiasi terhadap budaya sendiri.
“Kita perlu keseimbangan agar generasi muda tetap bangga dengan identitas budaya Indonesia,” ujar budayawan Taufik Rahzen dalam sebuah diskusi tentang globalisasi budaya. Selain itu, penggambaran standar kecantikan Korea yang sering kali tidak realistis, seperti kulit putih mulus atau tubuh langsing, juga dapat memengaruhi persepsi diri, terutama di kalangan remaja perempuan.
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah dampak K-drama terhadap pola konsumsi media. Banyak penggemar menghabiskan waktu berjam-jam untuk menonton serial secara maraton (binge-watching), yang dapat mengganggu produktivitas atau kesehatan mental jika tidak dikelola dengan baik. Survei yang dilakukan oleh Jakpat pada 2024 menunjukkan bahwa 58% responden berusia 18-25 tahun mengaku menonton K-drama lebih dari tiga jam sehari, terkadang hingga mengorbankan waktu belajar atau istirahat. Fenomena ini menunjukkan perlunya edukasi tentang penggunaan media yang seimbang.
Di sisi lain, K-drama juga membuka peluang untuk memperkuat industri kreatif lokal. Banyak sineas Indonesia yang mulai mengadopsi teknik storytelling dan estetika visual dari K-drama untuk menciptakan konten lokal yang lebih kompetitif. Serial seperti Layangan Putus atau Gadis Kretek menunjukkan bahwa Indonesia mampu menghasilkan drama berkualitas yang mampu bersaing dengan produksi asing. Kolaborasi lintas budaya, seperti produksi bersama antara Indonesia dan Korea Selatan, juga dapat menjadi langkah strategis untuk memperkaya industri hiburan Tanah Air.
Ke depan, pengaruh K-drama di Indonesia perlu dikelola dengan bijak agar manfaatnya dapat dioptimalkan tanpa mengorbankan identitas lokal. Pemerintah, pelaku industri kreatif, dan masyarakat dapat bekerja sama untuk mendorong produksi konten lokal yang menarik dan relevan.
Sekolah dan komunitas juga dapat memainkan peran dalam meningkatkan literasi budaya, sehingga generasi muda tetap menghargai warisan lokal sambil menikmati hiburan global. Dengan pendekatan yang tepat, K-drama tidak hanya dapat menjadi sumber inspirasi, tetapi juga katalis untuk memperkuat kreativitas dan kebanggaan budaya Indonesia.
Pengaruh K-drama adalah cerminan dari globalisasi yang tak terelakkan. Ia membawa peluang sekaligus tantangan yang menuntut kesiapan semua pihak. Dengan keseimbangan antara apresiasi budaya asing dan penguatan identitas lokal, Indonesia dapat menjadikan fenomena ini sebagai langkah menuju ekosistem budaya yang lebih dinamis dan inklusif.
Penulis Opini:
Dina Lestari, pengamat budaya populer. Tulisan ini merupakan opini pribadi dan tidak mencerminkan pandangan redaksi.