Suararakyatnusantara.com,Teheran – Ketegangan di Timur Tengah kembali memuncak setelah Parlemen Iran menyetujui usulan untuk menutup Selat Hormuz bagi seluruh aktivitas pelayaran. Langkah tersebut menyusul serangan militer Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran yang terjadi pada Minggu (15/6/2025) pagi waktu setempat.
Mayor Jenderal Esmaeil Kowsari, anggota Komisi Keamanan Nasional Parlemen Iran, menyampaikan keputusan ini melalui siaran televisi nasional Press TV. “Parlemen telah mencapai kesimpulan bahwa Selat Hormuz perlu ditutup,” ujarnya, dikutip dari laporan kantor berita Antara.
Selat Hormuz dan Peran Vitalnya
Selat Hormuz dikenal sebagai jalur perairan strategis yang menghubungkan Teluk Persia dengan Laut Arab. Sekitar 20 hingga 25 persen dari pasokan minyak global melewati perairan sempit ini, yang terletak di antara Iran, Oman, dan Uni Emirat Arab (UEA). Karena itulah, penutupan selat ini dinilai berpotensi memicu gejolak energi global dan memperparah krisis ekonomi dunia.
Meskipun telah mendapat persetujuan awal dari parlemen, keputusan akhir mengenai implementasi penutupan Selat Hormuz berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, lembaga yang diketuai oleh pejabat yang ditunjuk langsung oleh Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
Serangan AS dan Eskalasi Regional
Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi bahwa militer AS telah menyerang tiga lokasi nuklir utama Iran yang berada di Fordow, Natanz, dan Isfahan. Serangan ini merupakan respons terhadap meningkatnya konflik antara Iran dan Israel, yang telah berlangsung sejak Jumat (13/6/2025).
Bentrokan antara kedua negara dimulai dari serangan militer Israel, yang didukung oleh AS, ke wilayah Iran. Sebagai balasan, Iran meluncurkan serangkaian rudal yang menyebabkan sedikitnya 25 korban jiwa di pihak Israel dan melukai ratusan lainnya.
Kementerian Kesehatan Iran melaporkan bahwa lebih dari 430 warga Iran tewas dan sekitar 3.500 orang mengalami luka akibat rentetan serangan udara Israel ke berbagai wilayah di Iran.
Dampak Potensial bagi Pasar Energi dan Stabilitas Global
Jika benar-benar ditutup, penutupan Selat Hormuz diperkirakan akan mengguncang pasar minyak dunia. Para analis memperkirakan harga minyak mentah dapat melonjak antara 3 hingga 5 dolar AS per barel dalam waktu singkat, bahkan bisa terus meningkat jika Iran melancarkan serangan balasan yang lebih agresif.
Tidak hanya itu, kehadiran Armada Kelima Angkatan Laut AS di kawasan Teluk yang berbasis di Bahrain membuat situasi semakin kompleks. Potensi benturan langsung antara kekuatan militer Iran dan AS dikhawatirkan bisa meluas menjadi konflik terbuka di kawasan tersebut.
Analis keamanan juga mengingatkan bahwa Iran, apabila semakin terpojok, mungkin akan mengambil pendekatan non-konvensional untuk membalas serangan. Ini termasuk kemungkinan serangan siber skala besar atau tindakan sabotase terhadap infrastruktur strategis musuhnya.
Reaksi Internasional dan Posisi Indonesia
Di tengah memanasnya situasi, berbagai negara menyerukan agar ketegangan diselesaikan melalui jalur diplomatik. Indonesia, melalui pernyataan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, mendorong semua pihak untuk menahan diri dan kembali ke meja perundingan guna mencegah konflik meluas.
Sementara itu, Wakil Presiden AS menegaskan bahwa serangan yang dilakukan terhadap Iran hanya ditujukan pada fasilitas nuklir dan bukan merupakan deklarasi perang terhadap negara tersebut.(*)