Suararakyatnusantara.com, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menepis tudingan yang mengaitkan Presiden Joko Widodo dengan aktivitas pertambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
Pernyataan Bahlil tersebut merespons kemunculan foto-foto kapal pengangkut ore nikel dari wilayah Raja Ampat yang menggunakan nama-nama mirip Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara, Iriana. Dua nama kapal yang menjadi sorotan ialah JKW Mahakam dan Dewi Iriana, yang kemudian memicu spekulasi publik di media sosial.
Tidak Ada Kaitan dengan Presiden
Dalam keterangannya kepada media di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (10/6/2025), Bahlil menegaskan bahwa izin-izin pertambangan di wilayah tersebut telah dikeluarkan jauh sebelum Presiden Jokowi menjabat.
“Itu tidak benar. Izin-izin itu dikeluarkan jauh sebelum era pemerintahan Pak Jokowi,” ujarnya.
Ia juga merinci bahwa empat izin usaha pertambangan (IUP) yang baru-baru ini dicabut oleh pemerintah diterbitkan pada tahun 2004 dan 2006, masa ketika kewenangan perizinan masih berada di tingkat pemerintah daerah. Salah satu perusahaan, PT Gag Nikel, bahkan disebut telah beroperasi sejak 1972 melalui skema kontrak karya yang disahkan pada masa Orde Baru.
Lima Perusahaan Pegang IUP di Raja Ampat
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, hingga kini tercatat lima perusahaan pemegang IUP yang aktif di wilayah Raja Ampat. Dua di antaranya memperoleh izin langsung dari pemerintah pusat, yaitu:
PT Gag Nikel, mengantongi izin operasi produksi sejak 2017, masa pemerintahan Presiden Jokowi.
PT Anugerah Surya Pratama (ASP), mendapat izin serupa pada 2013 di bawah kepemimpinan Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono.
Sementara tiga perusahaan lain mendapatkan izin dari Bupati Raja Ampat:
PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) – Izin terbit tahun 2013.
PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) – Izin terbit tahun 2013.
PT Nurham – Izin dikeluarkan tahun 2025.
Jejak Kapal Pengangkut Nikel: JKW Mahakam dan Dewi Iriana
Kehadiran kapal pengangkut nikel dengan nama-nama yang menyerupai Presiden dan Ibu Negara memancing sorotan tajam. Penelusuran melalui situs resmi Direktorat Perkapalan dan Kepelautan Kementerian Perhubungan menunjukkan bahwa terdapat sejumlah kapal bernama JKW Mahakam—mulai dari JKW Mahakam 1 hingga JKW Mahakam 11.
Dari delapan unit kapal yang terdaftar, empat di antaranya dimiliki oleh PT Pelita Samudera Sreeya (PSS), anak usaha dari perusahaan pelayaran publik PT IMC Pelita Logistik Tbk (PSSI). PSSI dikenal bergerak di bidang pengangkutan berbagai komoditas tambang, termasuk batubara, nikel, dan bijih besi, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
Selain itu, dua kapal lainnya, yakni JKW Mahakam 5 dan JKW Mahakam 8, berada di bawah pengelolaan PT Sinar Pasifik Lestari, sementara JKW Mahakam 7 dimiliki oleh PT Permata Lintas Abadi, perusahaan pelayaran yang telah beroperasi lebih dari dua dekade di industri jasa angkutan tambang. Adapun JKW Mahakam 2 tercatat sebagai milik PT Glory Ocean Lines, perusahaan yang berbasis di Indonesia dan beroperasi di jalur pelayaran Asia Tenggara.
Kapal Dewi Iriana: Pemilik dan Jejak Operasi
Tak hanya kapal JKW Mahakam, armada Dewi Iriana juga mencuri perhatian. Sedikitnya terdapat enam kapal dengan nama serupa, yakni Dewi Iriana 1, 2, 3, 5, 6, dan 8. Empat di antaranya—yakni Dewi Iriana 1, 2, 3, dan 5—dimiliki oleh PSS, sama seperti beberapa kapal JKW Mahakam.
Dewi Iriana 6 berada di bawah kepemilikan PT Sinar Pasifik Lestari, sedangkan Dewi Iriana 8 dimiliki oleh *PT Permata Lintas Abadi. Keberadaan kapal-kapal ini menunjukkan keterlibatan sejumlah perusahaan pelayaran swasta besar dalam rantai distribusi mineral dari kawasan Papua Barat Daya.
Meskipun kemiripan nama kapal dengan tokoh nasional memancing asumsi publik, hingga kini tidak ditemukan bukti yang menunjukkan keterlibatan Presiden Joko Widodo maupun Ibu Negara dalam aktivitas pertambangan tersebut. Penamaan kapal berada sepenuhnya dalam kewenangan korporasi pemilik.(*)