Suararakyatnusantara.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia mengamankan Iwan Lukminto, Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), pada Selasa malam (20/5/2025) di Solo, Jawa Tengah. Penahanan ini merupakan bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi terkait fasilitas kredit yang diberikan sejumlah bank kepada perusahaan tekstil ternama tersebut.
Informasi ini dikonfirmasi oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah, pada Rabu (21/5/2025). “Iwan Lukminto diamankan di Solo tadi malam,” ujar Febrie secara singkat kepada wartawan, tanpa memaparkan detail lebih lanjut mengenai kronologi penahanan atau status hukum yang bersangkutan.
Penyidikan yang dilakukan Kejagung berfokus pada dugaan penyimpangan dalam pemberian kredit perbankan kepada Sritex. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa proses penyelidikan masih berada pada tahap penyidikan umum.
“Kami sedang menelusuri dugaan korupsi terkait fasilitas kredit yang diberikan kepada Sritex,” kata Harli pada Kamis (1/5/2025). Ia menambahkan bahwa penyidikan ini masih bersifat awal, dengan fokus pada pengumpulan bukti dan keterangan untuk mengungkap potensi pelanggaran hukum.
Meskipun Sritex merupakan perusahaan swasta, Kejagung tetap menyelidiki kasus ini karena kredit yang diberikan melibatkan bank-bank milik negara, yang termasuk dalam ranah keuangan negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013. Hingga kini, Kejagung belum menetapkan tersangka dalam kasus ini, dan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, termasuk pihak dari bank-bank terkait, masih berlangsung.
Latar Belakang Kepailitan Sritex
Kasus ini mencuat di tengah kondisi sulit yang dialami Sritex. Perusahaan tekstil yang pernah menjadi salah satu raksasa di Asia Tenggara ini resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024, setelah gagal melunasi utang sebesar Rp32,6 triliun. Putusan pailit ini diperkuat oleh Mahkamah Agung (MA), yang menolak permohonan kasasi Sritex melalui sidang pada 18 Desember 2024. Sidang tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Agung Hamdi, bersama Hakim Agung Nani Indrawati dan Lucas Prakoso.
Dalam putusan yang dikutip dari laman Kepaniteraan MA pada 19 Desember 2024, permohonan kasasi Sritex dengan nomor 1345K/PDT.SUS-PAILIT/2024 resmi ditolak. Akibat kepailitan ini, Sritex menghentikan operasionalnya pada 1 Maret 2025, yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lebih dari 10.000 karyawan.
Penutupan ini disebabkan oleh ketidakmampuan perusahaan menanggung beban operasional yang jauh lebih besar dibandingkan pendapatannya, ditambah dengan tunggakan biaya seperti tagihan listrik di sejumlah pabrik.
Penyelidikan dan Dampaknya
Penyidikan Kejagung tidak hanya menyoroti Sritex, tetapi juga melibatkan beberapa bank plat merah yang menjadi kreditur, seperti PT Bank Negara Indonesia (BNI), PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB), PT Bank DKI, dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah. Total utang Sritex kepada bank-bank milik negara mencapai Rp4,2 triliun, dengan rincian Rp2,9 triliun kepada BNI, Rp611 miliar kepada BJB, Rp185 miliar kepada Bank DKI, dan Rp502 miliar kepada Bank Jateng.
Sementara itu, pemerintah masih berupaya mencari solusi agar Sritex dapat kembali beroperasi, guna mengurangi dampak PHK massal terhadap perekonomian lokal. Namun, proses penyelesaian utang dan pengelolaan aset perusahaan kini berada di tangan kurator pailit.(*)